• RSS
  • Delicious
  • Digg
  • Facebook
  • Twitter
  • Linkedin

Selasa, 14 September 2010

Sang Presiden (2)

Posted by mastong On 12.46

“Selamat pagi, Pak!”

Aku memandangnya sebentar. Wajahnya berseri seakan dia telah menemukan apa yang dicarinya dalam hidup. “Selamat pagi, Lang.” aku tidak tega merusak semangat paginya dengan bebanku yang masih merangkul di pundakku.

“Tadi malam pulang jam berapa Pak?” sungguh begitu ramah membuka pembicaraan. Aku masih bermain dengan pikiranku sendiri. “Jangan panggil Pak.”

Dia tersenyum. Tanpa berhenti, tangannya terus menyiapkan sarapan pagi. “Tapi Pak, Bapak kan memang harus dipanggil Bapak?”

Aku melihatnya sejenak.”Berapa umurmu?”

Dia berhenti sejenak “Saya?” Aku tetap memandangnya, tidak menjawab. “Dua puluh tujuh.”
“Memangnya kenapa Pak?”

“Apa aku sudah terlihat tua?” dia melihatku dengan heran. “Tentu saja tidak.”
“Bapak terlihat masih muda. Bapak masih mempunyai tenaga. Bapak tinggal lebih bersemangat lagi. Bapak hanya perlu mewarnai hidup Bapak.”

Warna! Ya, aku seperti kehilangan warna hidupku. Semua terlihat kurang berwarna. Tidak hitam memang, tetapi juga tidak putih. Mungkin memang lebih abu-abu. Ada yang hilang dari hidupku. Sesuatu yang selama ini membungkusku dari kerasnya dunia luar. Melindungiku ketika badai cerca bertiup begitu kencang. Saat cemoohan deras mengalir. Saat tidak ada lagi yang menaruh percaya. Ketika wajah telah tertunduk dan harga diri terinjak. Warna itu akan membuat hidupku lebih ceria. Membuatnya lebih penuh warna.

“Sarapan kita pagi ini apa?” dia tersenyum. Lagi.

“Sarapan kita hari ini adalah semangat. Semangat!”

“Panggil aku Mas!” dia kembali tersenyum.

Sang Presiden (1)

Posted by mastong On 12.42

Malam yang begitu baik menemaniku perlahan mulai bersikap dingin. Nafasnya mulai mendekap daging yang menyelimuti tulang-tulangku. Aku menghela. Bukan dengan sikapnya, tetapi lebih karena aku merasa sedikit lega karena telah mencurahkan semua sesakku padanya.

Aku bergegas. Beringsut dari lantai dingin langgar kecil di tepi sawah. Terlintas tempat tinggal kecil depan sungai dibalik sawah ini. Aku seakan menghadapi kenyataan yang ada di setiap kepala manusia di negara ini. Melihat luasnya alam dan aku hanya terhanyut di gubuk penyelamat, dihimpit sungai yang coklat dan padi yang dengan rendah hati menunduk melihatku.

Ketika melintasi sawah aku seakan melihat wajah yang aku simpan dalam jiwaku. Wajah yang tidak akan mungkin terhapus dengan mudah dari ingatan. Wajah yang kulitnya pernah diguliri keharuan ketika tanganku menyapa tangannya. Ketika bibirku dengan penuh riang meluncurkan kata-kata yang telah ditunggunya. Kata-kata yang menyuburkan kasihnya padaku. Kata-kata yang tidak akan pernah ditukarnya dengan emas manapun. Kata-kata yang juga telah membawanya menemui Yendri. Kata-kata yang menculiknya dari hidupku. Kata-kata yang membuatku menyesali kehidupanku. Kata-kata yang selalu dinantinya!

Wajah itu begitu teduh. Aku sering berlindung dari sengatan panas dunia politik di sana. Mencoba memejamkan mata dan melupakan bayang yang terjadi. Dia selalu bisa membawaku melayang dengan usapan tangannya di kepalaku. Sungguh aku sangat merindukannya. Sangat-sangat merindukannya.

Andaikan aku dapat mengungkapkan keinginanku kepada Tuhan, aku akan bernegoisasi tentang apa yang terjadi. Aku akan meminta kepada Tuhan agar bisa selalu bersamanya. Bersamanya hingga kami tua dan renta oleh matahari dan bulan yang saling berkejaran.

Tidak ada hal yang bisa menenangkanku selain belaiannya. Dia tahu benar bagaimana memanjakanku. Dia begitu mengerti setiap gelombang emosiku. Dia begitu menikmati berselancar dalam deru emosiku. Dia tidak pernah menghadangnya. Dia selalu bisa mengendarainya. Benar-benar menikmatinya!

Bahkan ketika lututku tidak lurus lagi, dia berusaha meluruskannya dan mengangkatku dengan senyum yang mengingatkanku tentang kepercayaan. Mengingatkanku bahwa dia selalu ada ketika aku pulang. Mengingatkanku bahwa dia akan selalu memelukku ketika aku menggigil. Menyeka wajahku ketika layu. Membasuh kakiku ketika lumpur keirian dan kedengkian menahan langkahku memperjuangkan hidup bangsaku. Senyum yang akan selalu menyalakan api kehidupan dalam hidupku. Senyum yang akan selalu meraih tempat terhormat dalam hidupku.

Dia begitu sempurna. Rambutnya yang panjang dengan sedikit gelombang seperti memahkotai kepala yang didalamnya telah melahirkan pemikiran-pemikiran tentang kesederhanaan dan cara pandang tentang kebahagiaan dalam hidup. Bukan kebahagiaan semu yang digagas oleh para pakar. Bukan pula kesederhanaan yang diajarkan oleh tokoh-tokoh agama kita. Kebahagiaan yang bersumber karena kita memang bahagia. Bukan karena paradigma dunia tentang bahagia menyatakan seperti itu. Tidak. Dia juga tidak mengajarkan kesederhanaan hidup dari ucapan-ucapannya yang bijak atau dari tuturan-tuturan lembut tentang berbagi dengan sesama.

Kesungguhannya melayaniku telah mengajariku bagaimana bersikap didepan bangsaku. Keriangannya mengelola amarahku telah mendidikku bagaimana cara menghargai kebahagiaan hidup. Sungguh dengan cara yang sederhana. Cara yang tak pernah kau sadari telah membukakan pikiran dan hatimu bahwa cinta itu ada. Cara yang hanya bisa kau lakukan hanya dengan satu syarat. Kepercayaan.

Minggu, 12 September 2010

Wawancara Pegawai Baru

Posted by mastong On 10.01

Percakapan pada suatu ruang personalia yg sedang mencari pegawai baru.

Boss : Nama saudara siapa ?

Pelamar : Anton pak ...

Boss : Coba ceritakan tentang keluarga saudara !!...

Pelamar : Saya 2 bsaudara, adik saya masih kuliah di Bandung .. Orang Tua Saya tinggal di Surabaya .. Kakek dan nenek dari Bapak tinggal di Solo .. Kakek dan nenek dari Ibu tinggal di Medan .. Paman dan Pakde semua tinggal di Jakarta ..

Boss : Apakah saudara dapat berbahasa inggris ?

Pelamar : Yes .. sir ..

Boss : now tell to me about your family in english !!..

Pelamar : Sorry sir .. i don't have family in english

Tukang Daging dan Ibu-ibu Sakit Gigi

Posted by mastong On 09.51

Suatu pagi lewatlah seorang penjual daging.

"Dageeeng! Dageeeeennngg!!!" teriaknya.

Seorang ibu rumah tangga yang sedang sakit gigi sewot banget mendengar teriakan si tukang daging.

Ibu: "Hei tukang daging! Lu kagak punya otak ya....!!!???"

Tukang daging : "Wah kebetulan gak punya, Bu. Hari ini daging semua..."

Rabu, 08 September 2010

(MUNGKIN) LEBIH BAIK KITA KAFIR SAJA

Posted by mastong On 12.23

Di dunia ini ada istilah barat dan timur. Ada eksternal dan ada internal. Ada hitam dan juga putih. Ada laki-laki dan perempuan. Ada halal dan juga haram.

Tuhan menciptakannya memang untuk berpasangan. Mungkin maksud Tuhan agar kita bisa membedakan, bukan untuk mengadunya tetapi untuk menghargai dan memahami bahwa memang ada perbedaan dalam hidup. Agar kita lebih menghargai hidup dengan lebih baik. Agar mensyukuri semua karunia-Nya.

Bangsa kita yang kebagian peran sebagai bangsa timur –identik dengan keluhuran dan tingkat spiritual yang tinggi- telah menerapkan nilai-nilai yang selalu menuntun kita dalam mengarungi samudra hidup. Bahkan dalam falsafah hidup bangsa kita menempatkan Ketuhanan Yang Maha Esa sebagai sila pertama dari lima sila yang ada. Ini jelas-jelas menggambarkan bagaimana sikap kita terhadap hidup. Kita selalu mendahulukan Tuhan.

Tuhan adalah yang pertama bagi kita. Tindak-tanduk kita mengacu pada senang tidaknya Tuhan. Pemikiran kita selalu bermuara pada kebesaran Tuhan. Bagi kita, tidak ada hidup kita yang tidak melewati nama Tuhan.

Maka setiap perbuatan kita kita usahakan mendapat nilai yang baik dimata Tuhan. Kalau kita korupsi harus ada dana yang dialokasikan untuk membantu pembangunan masjid, kalau kita kolusi harus ada prosentase untuk mendirikan sekolah, kalau kita melakukan tukar guling juga harus ada bagian untuk pemberian beasiswa bagi masyarakat.

Kita didik masyarakat untuk membangun dari dana yang tersunat dan melaporkannya seperti tidak pernah ada khitanan masal di negeri ini. Kita bantu masyarakat untuk menyeleksi program yang menguntungkan secara finansial untuk diratakan. Bahkan kita salahkan masyarakat yang menuliskan dengan benar sebuah laporan.

Ada seseorang yang menuturkan perkataan yang membuat saya terguncang. Kenapa tidak masuk Islam? Islam kan rahmatan lil alamin?

Seseorang itu menjawab, Islam itu agama yang baik, sangat baik malah, sementara saya masih kotor. Saya, masih suka berjudi, gemar wanita, hobi minum, tak jarang merampok, tak sedikit mencuri, berulang menipu dan semua perbuatan buruk di dunia. Karena itu saya tidak ingin mengotorinya dengan masuknya saya.

Hah! Ini sebuah tamparan! Paling tidak buat saya. Kita beragama benar-benar karena kita cinta Tuhan atau kita hanya main-main dan berharap ada keberuntungan yang menghinggapi sehingga kita dilempar ke surga. Tak perlu risau toh tidak pernah ada diantara kita yang tahu bahwa surga dan neraka itu ada.

Jadi mungkin lebih baik kita kafir saja. Karena dosa kita cuma satu. Kafir. Daripada kita beragama tapi kita sering meludahi Tuhan. Dosa kita pasti sudah bermacam-macam. Paling tidak sebagai bangsa timur yang identik dengan keluhuran dan tingkat spiritual yang tinggi, maka proklamirkan diri anda dengan penuh kearifan, BISMILLAHIRRAHMANNIRRAHIM, DEMI ALLAH SAYA ATHEIS.

Kamis, 02 September 2010

KITA ADALAH BANGSA YANG PALING TIDAK KENAL TAKUT

Posted by mastong On 06.12

Bangsa yang paling tidak kenal takut itu bukanlah bangsa sparta yang gagah berani dalam berperang. Bukan pula bangsa roma yang perkasa menginvasi bangsa-bangsa lain. Tidak juga bangsa mongol yang terkenal buas. Bangsa yang paling tidak kenal takut itu adalah bangsa kita. Bangsa Indonesia.

Tidak ada bangsa yang mempunyai rasa tidak kenal takut seperti bangsa kita. Rasa takut tidak dikenal dalam urat nadi kita. Darah kita dialiri rasa keberanian. Nafas kita adalah perjuangan. Hati kita sangat kuat. Sudah sepantasnya bangsa-bangsa lain memandang kita. Bahkan langit bumi pasti akan menatap kita.

Tidak hanya sejarah perlawanan bangsa kita terhadap penjajah –yang konon hanya menggunakan bambu runcing- yang tidak kenal menyerah. Pada era modern pun rasa tidak kenal takut itu pun masih tetap kita pegang teguh. Sangat teguh.

Tidak ada bangsa yang begitu berani tetap gagah menghadapi hari esok dengan tanggungan beban menggunung. Tidak ada rakyat yang dengan sukacita menjalani hari dengan lapar tanpa tahu besok makan apa. Tidak ada manusia yang berani mati seperti kita.

Ya! Kita adalah bangsa berani mati. Bangsa yang tidak kenal takut. Kita tidak takut mudik naik kereta yang berjubel. Kita berani berdiri dengan gagah diatas gerbong kereta dan membentangkan sarung di leher layaknya superman yang melesat menembus udara.

Atau dengan penuh keberanian kita bawa oleh-oleh yang menggunung dengan sepeda motor kita yang pastinya tidak lebih besar dari sebuah bukit. Mana ada bangsa yang seberani kita?

Kita juga tidak kenal takut untuk mengawini anak orang dengan modal pekerjaan yang tidak pernah jelas. Kita tidak pernah takut untuk tidak mampu membiayai anak istri kita. Karena ada penjelasan masuk akal bahwa menafkahi itu tidak hanya lahir tetapi batin juga.

Kita juga bangsa yang siap hidup tanpa makan. Kita adalah orang-orang yang rajin berpuasa. Karena bagi kita puasa adalah upaya mendekatkan diri pada sang pencipta. Kita adalah bangsa yang luhur dan mulia. Kita bisa menjelaskan secara religius apa penyebab kita tidak pernah makan dan tidak pernah tahu apa yang bisa kita makan.

Jadi tidak benar bila ada anggapan bahwa kita bangsa pengecut, bangsa penakut, bangsa kecil, bangsa rendahan ataupun bangsa terbelakang. Kita adalah bangsa pemberani yang tak gentar berperang. Jangankan bangsa lain yang menerjang, bangsa sendiri tak segan kita serang. Kita adalah bangsa besar yang memang tidak perlu belajar untuk menjadi semakin pintar. Kita bangsa berkasta tertinggi yang membuat bangsa lain tak sanggup mengerti sepak terjang kita. Dan pastinya kita adalah bangsa yang paling maju karena kita selalu terlihat di mata dunia.